DPRD Maluku Tegas Tolak Operasi Tambang PT Batu Licin di Kei Besar

Selasa 17-06-2025,11:05 WIB
Reporter : Afdal Namakule
Editor : Afdal Namakule

DISWAY.ID – DPRD Provinsi Maluku menyatakan dukungan penuh terhadap aksi protes Aliansi Anak Maluku yang menolak aktivitas PT. Batu Licin (PT. BL) dalam pengelolaan tambang galian C di Pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, yang hasilnya diangkut ke Manokwari, Papua Barat.

Aksi penolakan yang digelar ratusan mahasiswa asal Maluku Tenggara itu disambut langsung oleh seluruh pimpinan dan fraksi di DPRD Maluku. Ketua DPRD Maluku, Benhur G. Watubun, menegaskan sikap lembaganya terhadap kehadiran PT. BL.

"Sembilan fraksi di DPRD secara tegas juga menyatakan sikap menolak kehadiran perusahaan tersebut karena diduga melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Benhur di Ambon, Senin  16 Juni 2025. 

Penolakan ini muncul karena aktivitas pertambangan dilakukan di sebuah pulau kecil yang menurut DPRD belum memiliki izin resmi, baik Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Izin Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL).

Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi, menjelaskan bahwa perusahaan tambang itu telah beroperasi selama sembilan bulan, namun belum memenuhi kewajiban administratif dan legal. Bahkan, pemerintah kabupaten belum menerbitkan izin resmi.

"Komisi II pada akhir Mei 2025 sudah turun ke lokasi tambang dan bertemu pihak manajemen perusahaan dimana mereka mengakui belum mengantongi izin resmi. Kondisi ini kami ketahui sejak dua bulan lalu dan komisi sudah melakukan agenda pengawasan tahap II di wilayah itu," ucapnya.

Saat kunjungan tersebut, Komisi II juga menerima penjelasan dari perwakilan perusahaan bernama Iskak, yang mengakui bahwa hasil tambang dikirim ke Manokwari untuk proyek strategis nasional.

"Sesuai UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 mewajibkan sebelum ada kegiatan eksplorasi atau pun eksploitasi maka perusahaan harus melengkapi semua administrasi perizinan, sementara mereka sudah beroperasi sembilan bulan dan melakukan pengapalan atau menggunakan tongkang dan mengirimnya ke Manokwari," tandasnya.

Selain berdialog dengan manajemen, Komisi II juga menjumpai masyarakat Ohoi Mataolat dan Nerong. Dalam pertemuan tersebut, para kepala desa, tokoh agama, tokoh pemuda, dan masyarakat menyatakan tidak mengetahui siapa yang memberikan izin kepada PT. BL.

Warga pun mengeluhkan soal kompensasi yang dijanjikan saat sosialisasi oleh pihak perusahaan. Nilai ganti rugi lahan dan tanaman tidak sesuai harapan.

"Masyarakat Mataholat meminta kompensasi berupa pembangunan pagar masjid namun sampai kini belum terealisasi termasuk permintaan pembangunan talud pemecah ombak antara 100 hingga 150 meter," katanya.

DPRD Maluku mendesak agar operasional tambang dihentikan dan seluruh proses perizinan dikaji ulang demi menjaga kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat Kei Besar.

Kategori :