DISWAY.ID — Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XX bersama Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon tengah melakukan studi pelestarian alat musik tradisional Tahuri. Langkah ini merupakan bagian dari persiapan penyusunan naskah akademis guna mengusulkan Tahuri sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia ke UNESCO.
Tahuri sendiri dikenal sebagai alat musik tiup khas masyarakat Maluku yang dibuat dari rumah keong atau kerang laut, dan memiliki nilai budaya serta simbolik yang kuat dalam kehidupan masyarakat adat.
"Kegiatan studi pelestarian untuk menyiapkan naskah akademis pengusulan alat musik tahuri ke ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang berfokus di wilayah adat Pulau Saparua Kabupaten Maluku Tengah tanggal 21–29 Mei 2025," kata Kepala BPK Wilayah XX, Dody Wiranto di Ambon, Selasa 27 Mei 2025.
Menurut Dody, studi ini dirancang untuk menggali lebih dalam makna dan simbol dari Tahuri dalam konteks musik tradisional Maluku. Tujuannya adalah menemukan konsep pelestarian yang berkelanjutan agar Tahuri tetap hidup sebagai produk budaya otentik Maluku.
Dody menjelaskan, pelestarian alat musik Tahuri juga merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang menekankan empat strategi utama: pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.
"Studi ini menjadi bagian dari pelindungan melalui proses inventarisasi objek budaya. Fokusnya adalah bagaimana menjaga keberlanjutan Tahuri dengan menjadikannya sebagai bagian dari warisan budaya dunia, sesuai dengan pasal 22 ayat 5 UU Pemajuan Kebudayaan," jelasnya.
Dari hasil kajian lapangan, Tahuri dinilai memiliki potensi besar sebagai simbol interaksi sosial di antara masyarakat adat. Secara etnomusikologis, bunyinya menjadi penanda bahwa adat masih hidup dan lestari.
Lebih jauh, Dody menambahkan bahwa Tahuri dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, termasuk sebagai kolaborator musik modern, suvenir tradisional, hingga materi edukatif bagi generasi muda, khususnya di Pulau Saparua dan Maluku secara umum.
Ia menegaskan bahwa hasil dari studi ini akan dirumuskan dalam naskah akademis yang selanjutnya dibahas bersama dengan Pemerintah Kota Ambon untuk merumuskan strategi jangka panjang.
"Karena itu, studi ini pada akhirnya menjadi satu-satunya metode dalam menyiapkan naskah guna mendukung proses pendaftaran Tahuri dalam daftar UNESCO," tegas Dody.
Sebagai catatan, dalam satu sidang penetapan UNESCO, setiap negara hanya diperbolehkan mengajukan satu warisan budaya takbenda. Maka dari itu, penyusunan naskah akademis yang kuat dan komprehensif menjadi kunci agar Tahuri dapat bersaing di tingkat global.