Unpatti Perkuat Riset dan Kolaborasi Internasional untuk Menjawab Tantangan Wilayah Kepulauan

Unpatti Perkuat Riset dan Kolaborasi Internasional untuk Menjawab Tantangan Wilayah Kepulauan

Universitas Pattimura Ambon, Maluku- -arsip unpatti.org 2024-

DISWAY.ID - Universitas Pattimura (Unpatti) terus memperkuat riset dan jejaring kolaborasi internasional sebagai upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan di wilayah kepulauan, khususnya Maluku.

Rektor Unpatti, Prof Fredy Leiwakabessy, di Ambon, Jumat, menjelaskan bahwa Maluku memiliki posisi penting dalam jalur perdagangan Indonesia Timur, namun masih menghadapi persoalan khas daerah kepulauan seperti keterbatasan konektivitas, ketergantungan logistik, hingga ancaman perubahan iklim.

“Ambon bukan hanya ibu kota provinsi, tetapi juga wajah karakter kepulauan Indonesia yang kaya sumber daya laut, punya sejarah perdagangan panjang, serta potensi besar di sektor pariwisata, industri kreatif, dan ekonomi berbasis lestari,” katanya usai membuka The Third International Conference on Business and Economics (3rd ICON-BE) di Ambon.

3rd ICON-BE merupakan forum ilmiah internasional yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpatti sebagai ruang pertemuan bagi akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai negara. Konferensi ini dirancang untuk memfasilitasi pertukaran gagasan, hasil riset, dan pengalaman terkait isu ekonomi dan bisnis global, namun tetap relevan dengan konteks wilayah kepulauan.

Melalui presentasi makalah dan diskusi panel, peserta mengulas berbagai topik seperti keberlanjutan, transformasi digital, hingga strategi pembangunan inklusif untuk kawasan maritim seperti Maluku.

Rektor menilai bahwa ICON-BE menjadi momentum strategis bagi Unpatti dalam memperkuat kolaborasi internasional sekaligus meningkatkan kualitas riset dan akademik, terutama di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Langkah ini sejalan dengan visi kampus, yakni Menjadi Pusat Pengembangan Ilmu Ekonomi dan Bisnis Berbasis Kepulauan Bereputasi Internasional pada 2035.

“Berbasis kepulauan berarti penelitian dan pengabdian harus grounded, mampu menjawab kebutuhan nyata masyarakat pulau-pulau kecil,” ujarnya.

Ia juga menyinggung dinamika global yang makin cepat berubah, mulai dari gejolak ekonomi, kondisi geopolitik, percepatan digitalisasi, hingga krisis lingkungan.

“Ketika logistik terganggu, masyarakat pulau merasakan dampaknya lebih cepat. Ketika digitalisasi berkembang, kesenjangan akses bisa melebar. Ketika isu keberlanjutan diabaikan, wilayah pesisir menjadi yang paling rentan,” tegasnya.

Karena itu, ia menekankan bahwa ICON-BE bukan sekadar acara akademik tahunan, tetapi wadah untuk merumuskan strategi pembangunan yang relevan bagi daerah kepulauan.

“Ini kesempatan merumuskan langkah konkret agar pertumbuhan tidak hanya tinggi, tetapi juga adil dan inklusif, kehadiran peneliti dari berbagai negara menunjukkan bahwa isu pembangunan kepulauan telah menjadi percakapan global yang membutuhkan knowledge exchange dan kemitraan berkelanjutan,” tuturnya.

Sumber: