DISWAY.ID – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku menegaskan komitmennya menjadikan wilayahnya sebagai pusat pengembangan rumput laut skala global dengan menggandeng Yayasan Samudera Indonesia Timur (YSIT). Kerja sama ini ditandai melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Ambon, Selasa 27 Mei, yang juga mencakup konservasi ekosistem lamun sebagai bagian dari penguatan ekonomi biru.
"Hal ini kami wujudkan dengan melakukan penandatanganan nota kesepahaman tentang pengembangan budidaya rumput laut dan konservasi ekosistem lamun di Provinsi Maluku," ujar Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa.
Kerja sama strategis ini dimaksudkan untuk mempercepat pengelolaan sumber daya kelautan secara berkelanjutan, menjadikan Maluku tidak hanya sebagai sentra budidaya rumput laut bertaraf internasional, tetapi juga sebagai model integratif dalam pelestarian kawasan pesisir.
Gubernur Lewerissa menekankan pentingnya investasi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga taat pada regulasi, bertanggung jawab secara sosial, dan ramah lingkungan.
“Kami sadar betul Provinsi Maluku memiliki daerah yang sangat luas, terutama untuk wilayah kelautan, dan potensi perikanan budidayanya mencapai 158.485,58 hektar, namun baru dimanfaatkan sekitar 8.516,30 hektar. Ini memang belum digarap secara maksimal, oleh sebab itu kepada investor mana saja yang mau masuk, yang mau menggarap potensi ini silakan, yang penting menerapkan prinsip dasar kami,” tegasnya.
Gubernur juga menyoroti peran penting ekosistem lamun dalam mendukung keanekaragaman hayati laut, menjaga produktivitas pesisir, sekaligus sebagai penyimpan karbon biru yang krusial dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Lebih jauh, Lewerissa menilai kerja sama ini menjadi pijakan awal bagi Maluku untuk memasuki pasar perdagangan karbon biru (blue carbon trade), yang membuka peluang baru dalam menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kami menyambut baik inisiatif Yayasan Samudera Indonesia Timur yang berkomitmen untuk terlibat membangun sistem dari hulu ke hilir, termasuk rencana pembangunan laboratorium terpadu di Universitas Pattimura, serta pendirian pabrik pengolahan rumput laut, yang tentunya akan memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat dan daerah. Langkah ini tidak hanya akan memberikan manfaat lingkungan, tetapi juga manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat dan daerah,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Erawan Asikin, menambahkan bahwa dalam pengembangan budidaya rumput laut di Maluku akan diterapkan teknologi terbaru guna mendukung produktivitas dan efisiensi. Bahkan, ke depan direncanakan pendirian pabrik pengolahan di wilayah tersebut.
Sementara itu, dari sisi ekologi, Yayasan akan berfokus pada upaya pemulihan ekosistem lamun yang selama ini mengalami tekanan akibat aktivitas manusia dan perubahan lingkungan.
Ketua YSIT, Nelly Marinda, memastikan pihaknya akan terus mendukung pengembangan sektor kelautan di wilayah timur Indonesia melalui investasi yang berkelanjutan dan pembangunan infrastruktur yang adaptif terhadap lingkungan.
Ia menegaskan, pelibatan masyarakat lokal menjadi aspek penting dalam pelaksanaan program, agar hasil yang dicapai tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek, melainkan berkelanjutan bagi generasi mendatang. *