DISWAY.ID - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menetapkan tiga kawasan konservasi perairan baru di Provinsi Maluku melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Tahun 2025. Kebijakan ini menambah daftar wilayah perlindungan laut di daerah tersebut.
“Ketiga kawasan tersebut berada di Kabupaten Buru, Kabupaten Buru Selatan, dan Kabupaten Seram Bagian Timur, dengan total luasan mencapai hampir 300 ribu hektare,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku, Erawan Asikin di Ambon, Kamis.
Erawan menilai keputusan ini menjadi langkah strategis bagi Maluku untuk memperkuat tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan berbasis keberlanjutan.
“Tiga kawasan konservasi ini menjadi tonggak baru dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut di Maluku. Kami ingin memastikan bahwa kekayaan laut yang kita miliki dapat dimanfaatkan tanpa merusak keseimbangan alamnya,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa penetapan tersebut dituangkan dalam tiga Keputusan Menteri yang diterbitkan pada 11 November 2025. Pertama, Kepmen Nomor 69 Tahun 2025 yang menetapkan Kawasan Konservasi di Perairan Buru seluas 57.594 hektare dengan zona inti 608,91 hektare. Fokus perlindungan mencakup padang lamun, terumbu karang, serta habitat pantai tempat penyu belimbing bertelur.
Selanjutnya, Kepmen Nomor 70 Tahun 2025 menetapkan Kawasan Konservasi Perairan Buru Selatan seluas 51.115 hektare dengan zona inti 813,48 hektare. Wilayah ini diprioritaskan untuk perlindungan ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang, dan habitat peneluran penyu.
Kemudian, Kepmen Nomor 71 Tahun 2025 menetapkan Kawasan Konservasi Perairan Seram Bagian Timur dengan total luas 189.875,65 hektare dan zona inti 2.922 hektare. Fokus konservasi meliputi mangrove, lamun, dan terumbu karang sebagai ekosistem penting bagi kehidupan biota laut.
Menurut Erawan, penetapan kawasan konservasi ini merupakan hasil kerja bersama antara KKP, Pemerintah Provinsi Maluku, dan pemerintah kabupaten terkait. Prosesnya melalui rangkaian kajian ilmiah, survei lapangan, serta konsultasi dengan masyarakat pesisir dan para pemangku kepentingan lokal.
“Pendekatan berbasis sains dan partisipatif menjadi kunci dalam menentukan batas dan fungsi kawasan konservasi. Kami ingin masyarakat ikut merasa memiliki dan menjadi bagian dari upaya menjaga laut mereka sendiri,” tambahnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada lembaga riset, akademisi, dan komunitas lokal yang terlibat dalam proses tersebut. Erawan berharap kebijakan ini dapat memperkuat posisi Maluku sebagai provinsi kepulauan yang unggul dalam pengelolaan laut berkelanjutan.
“Dengan adanya kawasan konservasi ini, kita tidak hanya melindungi ekosistem, tapi juga menciptakan ruang bagi pengembangan ekonomi biru, wisata bahari, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir,” tutupnya.